Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya NU

 Nahdlatul Ulama' disingkat dengan NU memiliki arti kebangkitan ulama'. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama' pada tanggal 31 Januari 1926 Masehi atau 16 Rajab 1344 Hijriyah di Kota Surabaya.

Baca Juga

5 Manfaat Tuak Manis / Air Nira Untuk Ibu Menyusui Agar Bayi Sehat   

Cara Minum Tuak Manis untuk Menghilangkan Stres       

Manfaat Tuak Manis untuk Obat tradisional   

Khasiat Tuak Manis untuk Mengatasi Sembelit

Manfaat Tuak Manis Untuk Kesehatan


Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama' memang sangat berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam waktu itu. Di tahun 1924, Syarif Husein yaitu seorang Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang bermadzhab Wahabi.

Pasca peristiwa itu, tersebarlah berita penguasa baru yang akan melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni yang pada saat itu memang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengalaman agama sistem bermadzhab, ziarah kubur, tawasul, maulid nabi dan sebagainya secepatnya akan segera dilarang.

Tidak hanya itu saja, Raja Ibnu Saud juga menginginkan supaya melebarkan daerah kekuasaannya sampai ke seluruh dunia Islam. Dengan dalil demi kejayaan Islam, ia berencana untuk meneruskan kekhilafahan Islam yang telah terputus di Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyah. Untuk itu, Raja Ibnu Saud berencana menggelar Muktamar Khilafah yang ada di Kota Suci Makkah sebagai penerus Khilafah yang terputus itu.

Semua negara Islam di dunia akan diundang untuk menghadiri acara muktamar tersebut, termasuk juga Indonesia. Awalnya, utusan yang di percaya yaitu HOS Cokroaminoto (SI), K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) serta K.H. Abdul Wahab hasbullah (pesantren).

Akan tetapi, rupanya ada sedikit permainan licik di antara kelompok yang mengusung para calon utusan Indonesia. Sebab Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka nama beliau kemudian dicoret dari daftar calon utusan.

Peristiwa tersebut akhirnya menyadarkan para ulama' pengasuh pesantren akan pentingnya sebuah organisasi. Sekaligus menyisakan skit hati yang mendalam, sebab tidak ada lagi yang bisa dititipi sikap keberatan akan semua rencana Raja Ibnu Saud yang bertujuan akan mengubah model beragama di Makkah. Para ulama pesantren tentu tidak terima akan kebijakan raja yang anti kebebasan bermadzhab, anti ziarah makam, anti maulid nabi dan lain sebagainya. Bahkan, sempat terdengar pula berita bahwa makam Nabi Agung Muhammad saw berencana untuk digusur.

Menurut para kiai pesantren, pembaruan adalah suatu keharusan. K.H. Hasyim Asy'ari juga tidak mempersoalkan dan bisa menerima gagasan para kaum modernis supaya menghimbau umat Islam kembali pada ajaran yang 'murni'. Namun, Kiai Hasyim tidak bisa menerima jika pemikiran mereka meminta umat Islam melepaskan diri dari sistem bermadzhab.

Di samping itu, sebab ide pembaruan yang dilakukan dengan cara melecehkan, merendahkan serta membodoh-bodohkan, maka para ulama' pesantren kemudian menolaknya. Menurut mereka, pembaruan akan tetap dibutuhkan, namun tidak dengan khazanah keilmuan yang sudah ada dan masih bersangkutan.

Karena kondisi itulah maka Jam'iyah Nahdlatul Ulama' didirikan. Pendiri resmi Jam'iyah Nahdlatul Ulama' sendiri tak lain adalah Hadratus Syeikh K.H.M. Hasyim Asy'ari, satu-satunya pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Sedangkan yang bertindak sebagai arsitek sekaligus motor penggerak yaitu K.H. Abdul Wahab Hasbullah, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang. Kiai Wahab ini adalah salah satu santri utama Kiai Hasyim. Ia sangat lincah dalam melakukan segala hal, energik, banyak akal ditambah ia sangat mahir dalam ilmu seni bela diri (pencak silat).

Susunan Pengurus PBNU Generasi Pertama Tahun 1926:

Syuriah

  • Rais Akbar : K.H. Hasyim Asy'ari dari Jombang
  • Wakil Rais Akbar : K.H. Dahlan Ahyad dari Kebondalem, Surabaya
  • Katib Awal : K.H. Abdul Wahab Hasbullah dari Jombang
  • Katib Tsani : K.H. Abdul Claim dari Cirebon
  • A'wan : [1] K.H. Mas Alwi Abdul Aziz (Surabaya) [2] K.H. Ridwan Abdullah (Surabaya) [3] K.H. Said (Surabaya) [4] K.H. Bisri Syamsuri (Jombang) [5] K.H. Abdullah Ubaid (Surabaya) [6] K.H. Nahrowi (Malang) [7] K.H. Amin (Surabaya) [8] K.H. Maskuri (Lasem) [9] K.H. Nahrowi (Surabaya)
  • Mustasyar : [1] K.H. R. Asnawi (Kudus) [2] K.H. Ridwan (Semarang) [3] K.H. Mas Nawawi, Sidogiri (Pasuruan) [4] K.H. Doro Muntoho (Bangkalan) [5] Syeikh Ahmad Ghonaim al-Misri (Mesir) [6] K.H. R. Hambali (Kudus)

Tanfidziyah

  • Ketua : H. Hasan Gipo dari Surabaya
  • Penulis : M. Sidiq Sugeng Judodiwirjo dari Pemalang
  • Bendahara : H. Burhan dari Gresik
  • Pembantu : [1] H. Soleh Jamil (Surabaya) [2] H. Ichsan (Surabaya) [3] H. Dja'far Alwan (Surabaya) [4] H. Usman (Surabaya) [5] H. Ahzab (Surabaya) [6] H. Nawawi (Surabaya) [7] H. Dahlan (Surabaya) [8] H. Mangun (Surabaya)

Didirikannya organisasi Nahldatul Ulama' ini bertujuan untuk melestarikan, mengembangkan serta mengamalkan ajaran agama Islam yang berpaham Ahlussunnah Waljamaah dengan menganut salah satu dari empat Imam Besar (Hambali, Syafi'i, Maliki dan Hanafi).

Bahkan dalam Anggaran Dasar pertama yang dibentuk pada tahun 1927 dinyatakan bahwa organisasi tersebut bertujuan untuk merapatkan kesetiaan kaum muslimin pada salah satu dari empat madzhab. Adapun kegiatan yang dilakukan pada masa itu antara lain:

  • Memperluas jumlah madrasah dan memperbaiki organisasinya.
  • Penyebaran ajaran Islam yang sesuai berdasarkan empat madzhab.
  • Memperkuat persatuan ulama yang masih setia kepada madzhab.
  • Membantu pembangunan masjid, musholla dan pondok pesantren.Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis kitab yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan.
  • Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir miskin.


Dalam Pasal 3 Statuten Perkumpulan NU tahun 1933 disebutkan:

Mengadakan suatu hubungan antara ulama-ulama yang bermadzhab, memeriksa seluruh kitab-kitab apakah itu berasal dari kitab Ahlussunnah Waljamaah atau malah dari kitab-kitab ahli bid'ah, menyebarkan agama Islam dengan cara yang baik dan tidak merugikan orang lain, berikhtiar agar bisa memperbanyak madrasah, masjid, surau serta pondok pesantren, begitu juga dengan hal ikhwalnya anak yatim dan juga orang-orang fakir miskin, serta mendirikan badan-badan agar dapat memajukan pertanian, perniagaan yang halal dan tidak melanggar syara' agama.

Comments

Popular

Solidaritas untuk Blogger dengan Ancaman Penjara

Shalawat adalah alasan Anda sulit Kaya

5 Manfaat Tuak Manis / Air Nira Untuk Ibu Menyusui Agar Bayi Sehat